Yurisman Malalak
KETOKOHAN seorang Syekh Burhanuddin, ulama kharismatik, yang dikenal sebagai
pengembang ajaran agama Islam di Minangkabau memang tidak diragukan lagi.
Hal itu setidaknya terlihat dari berbagai literatur yang telah mengukir
ketokohan Syekh Burhanuddin dalam tinta emas sejarah, dalam mengembangkan
ajaran agama Islam di Minangkabau.
Kondisi itu sedikit bertolak belakang dengan sejarah perjalanan ulama-ulama
pelanjut perjuangan Syekh Burhanuddin.
Sebut misalnya sejarah murid-murid
atau pun para pengikutnya yang juga telah banyak berjasa dalam mengembangkan
ajaran agama Islam di kalangan masyarakat Minangkabau kala itu.
Sebut
misalnya Syekh Abdurrahman Lubuak Ipuah Kanagarian Kurai Taji
Padangpariaman. Yang dikenal sebagai Syekh Qadhi Lubuak Ipuah. Selain Qadhi
Lubuak Ipuah, juga dikenal dua Tuanku Qadhi lainnya.
Kehadiran Syekh Abdurrahman sendiri yang belakangan ditunjuk sebagai salah
seorang khalifah Syekh Burhanuddin setidaknya terlihat dari kehadiran surau
gadang Syekh Abdurrahman di Lubuak Ipuah Kurai Taji, yang sampai saat ini
masih berdiri dengan kukuhnya. Hanya saja seiring musibah gempa yang
mengguncang Kota Padangpariaman dan sekitarnya pada tanggal 30 September
2009 lalu, Surau Syekh Abdurrahman juga sempat mengalami retak-retak ringan
pada beberapa bagian bangunannya.
Surau peninggalan Syekh Abdurrahman sendiri sebelumnya memang sudah
direnovasi dari bentuk aslinya yang semula terbuat dari bahan kayu. Hanya
saja arsitektur dan bentuk bangunannya masih tetap dipertahankan.
Sama dengan khalifah Syekh Burhanuddin lainnya, Syekh Abdurrahman sendiri
juga di makamkan di Kompleks Makam Syekh Burhanuddin di Ulaan. Makanya,
warga yang ingin menziarahi Beliau lebih banyak ke kompleks makam di Ulaan.
Namun, pada waktu waktu tertentu sejumlah pengikut Beliau dari berbagai
penjuru di Minangkabau juga kerap menziarahi surau Syekh Abdurrahman di
Lubuak Ipuah.
Seperti diakui Tuanku Qadhi Abdurrasyid, selaku penerus dan pewaris ke
sembilan dari Syekh Abdurrahman, selain meninggalkan surau Syekh Abduurahman
semasa hidupnya juga meninggalkan beberapa kita tulisan tangan, termasuk Al
Quran tulisan tangan yang Beliau tulis sendiri.
"Tapi saat ini kondisinya telah banyak mengalami kerusakan, karena usianya
sudah begitu lama sehingga sebagian hurufnya tidak bisa lagi dibaca," ungkap
Tuanku Qadhi Abdurrasyid.
Buku peninggalan tulisan Syekh Abdurrahman lainnya, masing-masing kitab
nahu, tafsir risalah serta beberapa tulisan lainnya.
Dijelaskannya, Syekh Abdurrahman semasa hidupnya dikenal sebagai pribadi
yang istiqamah serta kuat dalam pendirian. Adapun tugas dan tanggung jawab
nya lebih banyak berhubungan dengan masalah hukum hukum agama, termasuk
masalah yang berhubungan dengan nikah.
"Beliau itu dikenal teguh dalam pendirian. Makanya Beliau sangat tegas
dalam masalah halal atau haram," ungkap Tuanku Qadhi Abdurrasyid.
Semasa hidupnya Syekh Abdurrahman juga berperan sebagai suluah bendang dalam
nagari. Bahkan Beliau juga memiliki peran dalam menyelesaikan persoalan
persoalan yang berhubungan dengan masalah adat istiadat.
Dengan dasar itu pula semasa hidupnya Syekh Abdurrahman dikenal memiliki dua
kedudukan. Yaitu sebagai rajo adat dan syarak. Dengan keistimewaan itu pula
beliau ditetapkan sebagai Qadhi yang akan menyelesaikan berbagai
permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat.
Semasa hidup Syekh Abdurrahman, Surau Syekh Abdurrahman di Lubuak Ipuah yang
dikenal juga sebagai Surau Gadang Kurai Taji, juga merupakan tempat
bersidangnya para tokoh ulama untuk menetapkan waktu maniliak bulan. Dari
situlah selanjutnya ditetapkan waktu pelaksanaan awal puasa Ramadhan yang
mempedomani bilangan khamsiah dan maniliak (melihat bulan,red).
Menurut Tuanku Qaqhi Abdurrayid, kiprah dan keberadaan Syekh Abdurrahman
sndiri setidaknya terangkum dalam ungkapan, kabek di Ulaan Kungkuang di
Tujuan Koto dan Pancuang Putiah di Lubuak Ipuh. Ungkapan itu lahir, ketika
para ulama Syattariah pada masa itu akan bersidang untuk menetapkan awal
pelaksanaan Ramadhan.
Setelah dilakukan beberapa pertemuan yaitu di Ulaan dan VII Koto, namun saat
itu ulama yang hadir tidak cukup. Makanya pertemuan di lanjutkan di Surau
Gadang Lubuak Ipuah. Barulah dalam pertemuan itu seluruh ulama berkesempatan
hadir, makanya saat itu juga berhasil diperoleh kata putus tentang penetapan
pelaksanaan awal waktu Puasa Ramadhan. (*)
http://padang-today.com/index.php?today=news&id=12588
Tidak ada komentar:
Posting Komentar